Aku Masih Disini Untuk Setia
Apa kabar hatimu? Masihkah ia seperti embun? Merunduk tawadhu dipucuk- pucuk daun? Masihkah ia seperti karang? Berdiri tegar menghadapi gelombang ujian. Apa kabar imanmu? Masihkah ia seperti bintang? Terang benderang menerangi kehidupan.
Pandu Keadilan Berau
Memaknai proses adalah lebih berharga ketika kita terus di hadapkan dengan tujuan akhir, bukankah belajar dari setiap detik pengalaman akan menjadi kita lebih menghargai setiap usaha kita
Semangat Karena Allah
Ada yang mengeluh, merasa jenuh, ingin gugur dan jatuh ia berkata “lelah!”. Ada juga yang lelah, tubuhnya penat tapi semangatnya kuat. Ia berkata “lillah!”, karena Allah, Ikhlaskanlah. Tetap semangat pejuang-pejuang Allah
Inilah Jalan Kami
Suatu hari nanti saat semua telah menjadi masa lalu, aku ingin berda di antara mereka, yang bercerita tentang perjuangan yang indah, dimana kita, sang pejuang itu sendiri. Tak pernah kehabisan energi tuk terus bergerak, meski terkadang godaan tuk berhenti atau bahkan berpaling arah begitu menggiurkan. Keep istiqomah
Biduk Kebersamaan
Biduk kebersamaan kita terus berjalan. Dia telah menembus belukar, menaiki tebing, membelah laut. Adakah di antara kita yang tersayat atau terluka ? Sayatan luka, rasa sakit, air mata adalah bagian dari tabiat jalan yang sedang kita lalui. Dan kita tak pernah berhenti menyusurinya, mengikuti arus waktu yang juga tak pernah berhenti.
Kamis, 30 Desember 2010
Kamis, 30 Desember 2010
Doa Kami Untukmu
Perang Hunain
Rabu, 29 Desember 2010
Rabu, 29 Desember 2010
Belajar dari Safety Talk
Di awali dengan sebuah janji, sebagai sebuah bentuk komitmen untuk menjalankan segala ketentuan yang ada dengan segenap jiwa dan raga .
Hal hal yang di bicarakan pun beragam mulai dari urusan keselamatan dalam bekerja, sampai urusan keselamatan dijalan umum pun di bahas. kemudian share jikalau ada accident atau kejadian di dalam perusahaan ataupun di luar perusahaan, tujuannya satu agar tidak terulang kembali.kejadian yang harus di laporkan apa saja walaupun hanya secuil, alih alih secuil hampir tercuil pun harus di laporkan istilahnya sih near miss atau hampir terjadi. Keadaan yang tidak aman pun harus di laporkan kepada atasan sehingga potensi bahaya yang bisa terjadi kita bisa hilangkan atau minimalkan.
Semua itu di lakukan dengan harapan setiap saat selalu ada peningkatan kea rah yang lebih baik.sehingga institusi kita bisa mempunyai nilai di mata pemerintah maupun stakeholder.
Penulis sebagai seorang pekerja yang setiap minggunya di hadapkan dengan kegiatan seperti ini dan pagi ini pun demikian jadi sempat bertanya-tanya kalau cuma untuk urusan keselamatan di dunia kita begitu konsennya lantas yang menjadi pertanyaan apakah yang telah kita lakukan untuk menjaga keselamatan di negri akhirat sana yang sampai pada saat ini belum seorang pun membantah kalau negri akhirat itu kekal abadi selama lamanya selain orang-orang ateis yang tak bertuhan tapi telah lama terbantahkan argument mereka itu.
Apakah untuk menjaga keselamatan di negri akhirat kita juga telah safety talk seminggu sekali membahasa segala aturan yang berlaku untuk mencapainya di bab fiqih, apakah fiqih yang kita pahami memang sudah terdaftar atau yang mewakili pendapat empat imam.
Apakah accident wasior, mentawai gunung merapi atau yang lainnya juga sudah kita bahas dan ambil hikmahnya
Apakah setiap ada kondisi tidak aman dengan adanya kemungkaran di depan mata kita telah kita laporkan atau kita cegah.
Apakah semua kejadian near miss telah kita benahi dengan mengajak keluarga dan kerabat kita menuju seruan Allah Swt.
Padahal telah begitu banyak pelajaran bahwa kematian yang selalu kita lari padanya pasti akan menjemput tepat pada waktunya.Tanpa ada yang bisa memajukan atau memundurkan waktunya walaupun hanya sedetik saja.
Semoga kita termasuk orang yang selalu safety Talk Setiap minggunnya sehingga bisa kita amalkan dalam kehidupan sehari-hari kita sehingga termasuklah kita ke dalam golongan orang-orang yang Safe di Akhirat nanti.amin Ya Robbal Alamin.
Minggu, 05 Desember 2010
Minggu, 05 Desember 2010
Momentum Hijrah
Ada momentum kelahiran Nabi, ada momentum awal mula turunnya wahyu pertama kali di atas Jabal Nur dalam gua Hira, ada momentum
Umat Islam oleh Rasulullah tidak diajarkan sama sekali menyambut tahun baru. Nggak sama sekali. Lagian emang penentuan dan penanggalan tahun hijriah sendiri jauh setelah Rasulullah saw. wafat. Dan para sahabat pun tidak pernah merayakannya.
Awal perhitungan tahun yang didasarkan peristiwa Hijrah dimulai pada tahun 17 Hijriyah (H), atau 7 tahun sesudah wafatnya Nabi Muhammad saw. Tepatnya, terjadi waktu zaman pemerintahan Khalifah Umar bin Khathab.
Menurut salah satu riwayat, yang mendorong perhitungan tahun ini adalah adanya surat dari Abu Musa al-Asyari, amir alias gubernur di Basrah kepada Khalifah Umar bin Khattab, bahwa ia menerima surat dari Khalifah yang tidak bertarikh tahun dan hal ini menimbulkan kesulitan.
Pada pembahasan mengenai soal perhi-tungan tahun terse-but, terdapat beberapa alternatif yang muncul. Ada yang menawarkan tahun kelahiran Rasulullah, tarikh kebangkitannya menjadi Rasul, dan ada pula yang manawarkan patokannya berdasarkan tahun wafat Nabi.
Diperoleh keterangan, Dr. Hasan Ibrahim Hasan dalam Zu'amaul Islam (1953) pernah melukiskan, bahwa pada suatu hari Khalifah Umar bin Khathab memanggil dewan permusyawaratan untuk membicarakan perihal sistem penanggalan. Dalam kesempatan itu, Ali bin Ali Thalib mengusulkan agar penanggalan Islam dimulai sejak peristiwa hijrah ke Madinah sebagai momentum saat ditinggalkannya bumi musyrik.
Usulan itu diterima sidang. Khalifah Umar pun menerima keputusan dan mengumumkan berlakunya Tahun Hijriyah. Sebenarnya, Hijrah Nabi sendiri pada Kamis akhir bulan Safar, dan keluar dari tempat persembunyiannya di Gua Thur pada awal bulan Rabiul Awal, yaitu Senin 13 September tahun 622 Masehi. Tetapi Umar serta sahabat-sahabatnya setuju memulai tarikh Hijrah dari bulan Muharram tahun itu karena Muharram merupakan bulan yang mula-mula Nabi berencana berhijrah dan bulan selesainya mengerjakan ibadah haji.
Jadi nggak ada keterangan bahwa Nabi mengajarkan perayaan tahun baru hijriah sekalipun, apalagi menyuruh merayakan tahun baru masehi. Kitanya aja yang latah ama budaya selain Islam. Tul nggak?
Sekadar kamu tahu, perayaan tahun baru ini adalah biasa dilakukan oleh umat agama lain. Misalnya kaum Yahudi, mereka juga punya tahun baru dalam penanggalan mereka. Nah, setiap mereka masuk tahun baru Ros Sahanah, seluruh umat mereka di masa lalu menyam-butnya dengan pawai keliling kota sambil meniup terompet en pesta semalam suntuk!
Terus, orang-orang Cina biasa merayakan tahun baru Imlek. Di masa lalu, mereka berharap kepada dewa mereka keberkahan. Nah, karena dalam mitos Cina biasanya kalo tahun baru mereka, selain kebaikan ada juga kejahatan yang dibawa setan. Itu sebabnya, mere-ka kudu menyalakan petas-an atau minimal nyala api (kini dimodifikasi dengan kembang api) sebagai sim-bol untuk mengusir setan.
Nah, jadi kalo kita merayakan tahun baru, apalagi tahun baru masehi, maka itu jatuhnya maksiat. Hih, ati-ati deh. Jangan sampe kita latah ikutan heboh dengan budaya kaum di luar Islam. Apalagi kalo itu berkaitan erat dengan prosesi keagamaan mereka.
Firman Allah Swt.:
“Dan orang-orang yang tidak memberikan persaksian palsu,” (QS al-Furqan [25]: 72)
Cuma sayangnya, dengan penanggalan tahun masehi (menurut aturan Nashrani) yang digunakan secara internasional, kita jadi merasa lebih dekat banget dengan budayanya. Seolah-olah hal yang biasa. Maka dalam merayakannya pun kita yakin deh, bahwa teman-teman tuh nggak ngerti silsilahnya. Nah, kita ajak deh supaya mau meninggalkan budaya nggak bener ini. Jangan sampe temen-temen tersesat kian jauh dari Islam.
Firman Allah Swt.:
“Dan jika kamu menuruti kebanyakan orang-orang yang di muka bumi ini, niscaya mereka akan menyesatkanmu dari jalan Allah. Mereka tidak lain hanyalah mengikuti persangkaan belaka, dan mereka tidak lain hanyalah berdusta (terhadap Allah).” (QS al-An'aam [6]: 116]
Waktu = alat ukur evaluasi diri
Sobat muda muslim, pergantian siang dan malam, pergantian hari demi hari, bulan demi bulan, bahkan tahun demi tahun, jadikan sebagai alat ukur untuk mengevaluasi kemajuan diri kita. Karena memang kita diajarkan untuk itu.
Firman Allah Swt.: “Demi Waktu. Sesungguhnya manusia itu be-nar-benar berada dalam kerugian. Kecuali orang-orang yang ber-iman dan menger-jakan amal saleh dan nasihat me-nasihati supaya mentaati kebe-naran dan nasi-hat menasihati supaya menetapi kesabaran” ( QS al-Ashr [103] 1-3 )
Rasulullah saw. bersabda: “Sebaik-baiknya manusia adalah orang yang diberi panjang umur dan baik amalannya, dan sejelek-jeleknya manusia adalah orang yang diberi panjang umur dan jelek amalannya.” (HR. Ahmad)
Orang yang pasti beruntung adalah orang yang mencari kebenaran, orang yang menga-malkan kebenaran, orang yang mendakwahkan kebenaran dan orang yang sabar dalam menegakan kebenaran. Mengatur waktu dengan baik agar tidak sia-sia adalah dengan mengetahui dan memetakan, mana yang wajib, sunah, haram, mana yang makruh, en mana yang mubah. Intinya kudu taat hukum syara.
Itu artinya perubahan waktu ini harusnya kita jadikan momentum (saat yang tepat) untuk mengevaluasi diri. Jangan malah hura-hura bergelimang kesenangan di malam tahun baru. Sudahlah merayakannya haram, eh, caranya maksiat pula. Waduuuh, apa itu nggak dobel-dobel dosanya? Naudzubillahi min dzalik!
Sobat muda muslim, ada dua hal yang bikin manusia tuh lupa diri. Rasulullah saw. bersabda: “Ada dua nikmat, dimana manusia banyak tertipu di dalamnya; kesehatan dan kesempatan.” (HR Bukhari)
Nggak baik kalo kita nyesel seumur-umur akibat kita menzalimi diri sendiri. Sebab, kita nggak bakalan diberi kesempatan ulang untuk berbuat baik atau bertobat, bila kita udah meninggalkan dunia ini. Firman Allah Swt.:
“Maka pada hari itu tidak bermanfaat (lagi) bagi orang-orang yang zalim permintaan uzur mereka, dan tidak pula mereka diberi kesem-patan bertaubat lagi.” (QS ar-Rûm [30]: 57)
Minggu, 21 November 2010
Minggu, 21 November 2010
Rasa Takut Yang Produktif
Keberanian sangat diperlukan dalam hidup ini untuk memudahkan tercapainya maksud dan tujuan yang ingin kita capai. Seorang ulama tunanetra ketika disuguhi hidangan ayam panggang berujar, "Seandainya kamu seekor elang tidaklah mungkin diperlakukan orang seperti ini" . Artinya kalau seseorang memiliki keberanian, tidaklah mudah diperlakukan seenaknya oleh orang yang ingin berbuat dan bertindak terhadap dirinya.
Inilah sebagian manfaat keberanian itu. Namun disisi lain rasa takut juga diperlukan. Tentu rasa takut bukan dalam konotasi pengecut, tetapi dalam pengertian takut melakukan pelanggaran terhadap norma-norma dan penggarisan yang telah di tetapkan oleh Allah SWT.
Sebagai contoh dapat kita kemukakan perjalanan kepemimpinan Umar Ibnu Khottab. Dia terkenal seorang yang sangat pemberani. Semasa belum Islam oleh orang Arab dikenal dengan sebutan "Si kidal yang pemberani". Selalu siap menantang jago-jago yang datang untuk bertarung di Pasar Ukasy dan selalu menang. Namun setelah Islam, apalagi setelah menjadi Khalifah dia termasuk orang yang sangat penakut. Takut terhadap pertanggung jawaban kepemimpinannya di hari kemudian. Tetapi tidak dapat disangkal bahwa buah dari rasa takut yang dimiliki Umar Ibnu Khottab ini dapat membuahkan hasil yang sulit dicari tandingannya sepanjang sejarah kepemimpinan dalam Islam. Rasa takut seperti ini dapat digolongkan sebagai rasa takut yang produktif. Bukan rasa takut yang mematikan.
Hasil dari rasa takut
Masih berhubungan dengan kepemimpinan Umar Ibnu Khottab. Sebagai manifestasi rasa tanggung jawab dalam memimpin dan rasa takutnya kepada Alah SWT hampir setiap malam dia ngeluyur ke tengah-tengah kampung, keluar masuk lorong untuk melakukan check on the spot untuk mengetahui langsung apa yang terjadi pada rakyatnya. Kalau-kalau ada yang kelaparan; ada yang sakit atau kena mausibah-musibah lain. Ketika berhenti sejenak disebuah rumah kecil milik seorang janda miskin dia mendengar sebuah dialog antara ibu dengan anak prempuanya. Sang ibu menyuruh anaknya mencampur susu yang akan dijual besok dengan air karena sedikit sekali hasil perahan yang diperoleh tadi siang. Menurut sang ibu kalau tidak dicmpur bakal tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan makan untuk hari ini. Sang anak gadis tidak setuju dengan pendapat orang tuanya dengan alasan, Khalifah melarang keras kita berbuat demikian. Sang ibu megnemukakan alasan bahwa, " Kan Khalifah tidak juga mengetahui pebuatan kita ini".
Sang anak dengan penuh keseriusan mencoba meyakinkan orang tuanya bahwa, "Khalifah Umar memang tidak mengetahui tapi Tuhan Yang Maha Kuasa pasti mengetahuinya. Saya minta dengan sangat jangan sampai ibu berbuat demikian".
Peristiwa itu terjadi menjelang subuh. Umar Ibnu Khattab menuju mesjid smbail menangis haru. Usai shalat Subuh anaknya yang bernama Ashim diperintahkan menyelidiki rumah orang tua miskin yang mempunyai seorang gadis itu. Setelah Ashim kembali menceritakan segala sesuatu tentang keluarga itu, Umar Ibnu Khottab memerintahkan anaknya yang memang sudah berkeinginan untuk nikah agar menikahi gadis miskin tapi suci itu. Mudah-mudahan dari hasil pernikahan itu, kata Umar Ibnu Khottab, lahir seorang pemimpin Arab.
Ternyata kemudian memang terbukti do'a dan harapan itu. Dari hasil penikahan itu lahirlah seorang perempuan yang bernama Laila yang akhirnya dinikahi oleh Abdul Aziz bin Marwan. Dari hasil pernikahan ini lahirlah Umar bin Abdul Aziz yang kelak menjadi khalifah mewarisi kepemimpinan kakeknya, Umar Ibnu Khottab.
Umar bin Abdul Aziz dikenal sangat berwibawa serta jujur dan adil didalam menjalankan mekanisme pemerintahannya. Digambarkan sebagai seorang yang dikepalanya terdapat akal bijak, didadanya terdapat hati pahlawan, dimulutnya terdapat lidah sastrawan. Kelak dia menguasai negeri-negeri Maroko, Aljazair, Tunisia, Tripoli, Mesir, Hijaz, Najed, Yaman, Suriah, Palestina, Yordania, Libanon, Iraq, Armenia, Afghanistan, Bukhar sampai Samarkand.
Kendati dia tetap tinggal di sebuah rumah kecil yang tidak lebih bagus dari rumah penduduk pada umumnya. Sehingga utusan-utusan negara-negara lain yang ingin menemuinya pusing mencari rumahnya, karena jauh diluar bayangannya kalau rumahnya sejelek itu.
Ini adalah buah dari rasa takut yang dimiliki oleh perempuan miskin disudut kota yang menarik hati Khalaifah Umar Ibnu Khattab untuk menikahkan dengan putranya. Lalu melahirkan seorang Laila yang tumbuh dalam iman dan taqwa kepada Allah SWT. Gadis suci dan cantik itu kemudian dipersunting oleh seorang yang tepandang di Madinah karena iman dan taqwanya pula, Abdul Aziz bin Marwan.
Satu lagi cerita yang menggambarkan buah dari rasa takut melakukan perbuatan dosa. Seorang anak yang memungut buah delima yang ranum dari sungai. Setelah dimakan lalu timbul penyesalan. Dia sangat menyesal memakan buah itu tanpa izin kepada pemiliknya. Padahal buah-buahan yang gugur yang dialirkan oleh sungai lazimnya tidak ada lagi sangkut pautnya dengan yang punya. Namun karena anak ini seorang yang wara' , sangat takut melakukan dosa. Dia menelusuri sungai itu kearah hulu sampai dia menemukan sebuah kebun delima. Dicarinya pemilik kebun itu. Dengan sangat agar dia dapat dimaafkan karena telanjur memakan buah delima yang didapati terapung di sungai. Dalam hati pemilik kebun itu, ini tentu bukan anak sembarangan. Si pemilik kebun itu mengetes anak ini. "Tidak mungkin saya maafkan, kecuali kalau kau mau menikahi anak gadisku". "Tapi saya belum ingin nikah, Pak". Jawabnya. "Ya, terserah, tapi saya tidak memaafkanmu". "Baiklah Kalau begitu, saya siap menikahi anak Bapak". " Tapi perlu kamu ketehui" –- kata orang tua itu– "Bahwa anak gadis saya itu buta, bisu, tuli dan lumpuh".
Setelah berfikir sejenak, dalam hatinya secara manusiawi berkata, "Mau diapakan perempuan seperti itu. Tidak dapat diajak berkomunikasi". Tapi demi keselamatannya dari kungkungan dosa yang membahayakan kehidupannya kelak diakhirat dia terima ajakan itu. Diapun dinikahkan langsung oleh orang tua itu setelah memanggil saksi.
Setelah nikah dia sendiri disuruh mendatangi isrinya di kamar. Alangkah kagetnya, karena yang ditemui di kamar adalah seorang perempuan cantik. Mungkin perempuan itu penjaga gadis cacat itu, pikirnya. Dia kembali menemui mertuanya. "Tidak ada di kamar perempuan seperti yang Bapak maksud itu. Di kamar tidak ada orang yang buta, bisu, tuli dan lumpuh.
Sang mertua menjelaskan," Itulah yang Bapak maksud, nak!. Yang saya katakan buta karena tidak suka melihat yang jelek-jelek yang dapat mendatangkan dosa; yang Bapak maksudkan dengan bisu karena tidak suka ngomong yang mendatangkan dosa; yang saya maksudkan dengan tuli karena dia sangat tidak senang mendengar suara-suara yang mendatangkan dosa; yang saya maksud dengan lumpuh karena dia tidak suka kemana-mana, lagi-lagi kaarena takut terlibat dalam perbuatan dosa. Makanya ketika kamu datang melaporkan perbautanmu meminta dimaafkan atas perbuatanmu memakan buah delima yang hanyut di sungai, langsung saya tangkap kamu, karena orang baik-baiklah yang mau melakukan itu. Saya tidak ingin menikahkan anak saya dengan sembarang orang".
Hasil pertemuan kedua orang "takut berbuat dosa" itu, lahirlah seorang ulama besar, yang kita kenal dengan Imam Syafi'i, yang mazhabnya paling banyak pengikutnya di seluruh dunia. Ulama yang sejak umur 7 tahun sudah menghafal Al-Qur'an 30 juz.
Ujian menuju pemerintahan bersih
Negeri ini tengah memasuki era baru dalam pemerintahan. Untuk pertama kalinya rakyat memilih langsung pemerintahnya. Bukan lagi wakil rakyat yang tidak representatif; wakil rakyat yang banyak berbuat yang bertentangan dengan keinginan rakyat yang diwakilinya.
Kini orang yang terpilih akan diuji integritasnya. Apa yang akan dilakukan untuk Indonesia kita yang tengah terengah-engah dan sekarat ini. Apakah akan membiarkan tetap sekarat dengan tindihan utang sebanyak 135 milyar dollar=satu juta dua ratus lima belas trilyun rupiah, yang kalau dibebankan kepada 200 juta penduduk Indonesia berarti tiap orang menanggung enam milyar tujuh puluh lima juta rupiah?.
Atau akan berusaha keras melunasi utang-utang itu agar rakyat Indonesia "tidak sengsara dimalam hari dan tidak terhina di siang hari?" (Hadits). Disamping itu 40 juta orang penganggur mendesak untuk mendapatkan pekerjaan. Pemerintah baru di era baru ini akan diperhadapkan kepada satu kondisi dimana harus selalu self control untuk mengingat-ingat kembali "janji yang telah kuucapkan diahdapanmu wahai rakyat". Dan melakukan secara terus menerus correction for possible deviations. Karena budaya penyelewengan di negeri ini telah mengalir bersama darah bangsa ini.
Ibarat sebatang pohon akarnya telah terhunjam dalam ke petala bumi. Pertanyaan berikut, "Masih adakah rasa takut dalam jiwa kita. Kalau ada, apa yang kita takuti?.
Mahkamah pengadilan sejarah yang tidak mengenal ampun, kalau kita menyakiti hati rakyat, berjoged diatas penderitaannya? Itu sangat penting. Namun yang jauh lebih penting lagi kita takut terhadap pengadilan Qodhi Robbun Jalil –yang berujung dengan penyiksaan yang sangat pedih bila kita tergolong perusak, pendurhaka".
Bila seorang memiliki rasa takut didalam menjalankan mesin pemerintahan atau aktivitas apa saja; menegakkan supremasi hukum, terutama hukum Ilahi; membangun villa keadilan dan menata taman kesejahteraan, sehingga senyum rakyat yang sudah cukup lama tidak pernah nampak kembali tersungging, maka dapat dipastikan akan membuahkan hasil, yakni namanya akan tertulis dengan huruf timbul menggunakan tinta emas dalam lembaran sejarah yang akan dikenang sepanjang masa. Bukan nama yang busuk dan tercabik-cabik oleh torehan sejarah akibat sikap dan perbuatannya yang lupa daratan ketika berkuasa padahal belum jauh dari pantai. [Manshur Salbu. Dikutip dari Rubrik "Hikmah", Majalah Hidayatullah/www.hidayatullah.com]
Jumat, 19 November 2010
Jumat, 19 November 2010
Pemburu Akhirat
Kitab Tanpa Judul
Kemudian kita para audiensnya (baca:rakyat Indonesia) mulai dengan semangat untuk ikut nimbrung membahasnya mulai dengan gaya bicara yang polos mungkin seperti penulis ini, atau sekedar nimbrung mengimbangi lawan bicara yang sudah ada atau bahkan sampai gaya bicara tingkat tinggi yang seperti seorang pengamat atau praktisi yang sudah tahu dan kenal betul permasalahan yang ada.
Itulah kita dengan dinamika yang ada, urusan bermanfaatkah apa yang kita sampaikan adalah urusan keseratus yang penting unek unek tersalurkan dan emosi kita mendapat lawan yang setimpal.
Belum lagi di tambah krisis lokal bbm susah, ingin menjadi pelanggan PLN saja harus inden sampai 2 tahun atau pasangan PDAM yang tidak pernah jelas.Padahal kita hidup di atas batu bara kita hidup di kelilingi sungai,maka emosi pun membuncah walaupun hanya di dukung logika jongkok.
Semuanya membuat kita terkondisikan sehingga muncullah para kritikus,pengamat,bahkan praktisi dadakan seperti penulis ini.seperti jamur di musim hujan atau daun yang bergugran di musim gugur tetapi ketika musim berganti maka berganti pulalah fenomena alamnya padahal bisa jadi tahun depan musimnya datang lagi.
Mengkritik, menghina, atau bahkan sampai mencaci maki adalah sudah biasa bahkan dengan dalih untuk perbaikan padahal tanpa kita sadari bibit-bibit apa yang selama ini kita anggap salah atau melenceng telah kita tanam sendri, karena orientasi berpikir kita selalu dalam skala nasional.Tentu bibit yang kita tanam tidak pernah bisa berdampak nasional karena ruang lingkup kehidupan kita adala lokal maka dampaknya pun hanya seputar kehidupan kita sehari hari.
Padahal tidak ada jaminan kita yang selama ini selalu mengkritik, menghina, atau bahkan sampai mencaci maki bisa lebih baik dari mereka apabila suatu saat nanti amanah itu kita pegang.
Sebabnya dalam dalam ruang lingkup lokal saja kita yang setiap ada waktu selalu menyempatkan memngkritik juga tidak bisa berbuat apa apa ketika ada pelanggaran terjadi di depan mata kita padahal bisa jadi secara otoritas kita punya kuasa untuk menghentikan dan member sanksi, memang rasa persaudaraan senasib dan sepenanggungan telah menutup mata hati kita untuk lebih rasional dalam urusan penegakkan aturan.apalagi kalau sampai duit yang berbicara maka gayus pun bersambut.
Atau mungkin dua kasus yang bisa di bilang sama bentuk dan akibat yang ditimbulkan tetapi mendapat putusan yang berbeda bagaikan langit dan bumi,hanya karena kecintaan orang per oerang sehingga tertutuplah hati kita untuk berbuat adil.
Atau juga mungkin kita sangat tidak suka dengan kelakuan para aparatur Negara yang mau di suap padahal kadang kadang kita juga mau nyuap walaupun dalam skala yang lebih kecil, urus ktp dan sim misalnya.
Maka potret kita selama ini terjawab sudah kita juga termasuk gagal.
Namun ketika ada yang merasa harus bisa menembus batas keburukan yang sudah mentradisi ini maka jadilah ia kitab tanpa judul yang di pandang sebelah mata.
Ironis memang..
Sabtu, 24 April 2010
Sabtu, 24 April 2010
Toleransi Di Tempat Kerja
Minggu, 31 Januari 2010
Minggu, 31 Januari 2010
Hari Bahagia Itu