Aku Masih Disini Untuk Setia
Apa kabar hatimu? Masihkah ia seperti embun? Merunduk tawadhu dipucuk- pucuk daun? Masihkah ia seperti karang? Berdiri tegar menghadapi gelombang ujian. Apa kabar imanmu? Masihkah ia seperti bintang? Terang benderang menerangi kehidupan.
Pandu Keadilan Berau
Memaknai proses adalah lebih berharga ketika kita terus di hadapkan dengan tujuan akhir, bukankah belajar dari setiap detik pengalaman akan menjadi kita lebih menghargai setiap usaha kita
Semangat Karena Allah
Ada yang mengeluh, merasa jenuh, ingin gugur dan jatuh ia berkata “lelah!”. Ada juga yang lelah, tubuhnya penat tapi semangatnya kuat. Ia berkata “lillah!”, karena Allah, Ikhlaskanlah. Tetap semangat pejuang-pejuang Allah
Inilah Jalan Kami
Suatu hari nanti saat semua telah menjadi masa lalu, aku ingin berda di antara mereka, yang bercerita tentang perjuangan yang indah, dimana kita, sang pejuang itu sendiri. Tak pernah kehabisan energi tuk terus bergerak, meski terkadang godaan tuk berhenti atau bahkan berpaling arah begitu menggiurkan. Keep istiqomah
Biduk Kebersamaan
Biduk kebersamaan kita terus berjalan. Dia telah menembus belukar, menaiki tebing, membelah laut. Adakah di antara kita yang tersayat atau terluka ? Sayatan luka, rasa sakit, air mata adalah bagian dari tabiat jalan yang sedang kita lalui. Dan kita tak pernah berhenti menyusurinya, mengikuti arus waktu yang juga tak pernah berhenti.
Kamis, 30 Desember 2010
Kamis, 30 Desember 2010
Doa Kami Untukmu
Perang Hunain
Rabu, 29 Desember 2010
Rabu, 29 Desember 2010
Belajar dari Safety Talk
Di awali dengan sebuah janji, sebagai sebuah bentuk komitmen untuk menjalankan segala ketentuan yang ada dengan segenap jiwa dan raga .
Hal hal yang di bicarakan pun beragam mulai dari urusan keselamatan dalam bekerja, sampai urusan keselamatan dijalan umum pun di bahas. kemudian share jikalau ada accident atau kejadian di dalam perusahaan ataupun di luar perusahaan, tujuannya satu agar tidak terulang kembali.kejadian yang harus di laporkan apa saja walaupun hanya secuil, alih alih secuil hampir tercuil pun harus di laporkan istilahnya sih near miss atau hampir terjadi. Keadaan yang tidak aman pun harus di laporkan kepada atasan sehingga potensi bahaya yang bisa terjadi kita bisa hilangkan atau minimalkan.
Semua itu di lakukan dengan harapan setiap saat selalu ada peningkatan kea rah yang lebih baik.sehingga institusi kita bisa mempunyai nilai di mata pemerintah maupun stakeholder.
Penulis sebagai seorang pekerja yang setiap minggunya di hadapkan dengan kegiatan seperti ini dan pagi ini pun demikian jadi sempat bertanya-tanya kalau cuma untuk urusan keselamatan di dunia kita begitu konsennya lantas yang menjadi pertanyaan apakah yang telah kita lakukan untuk menjaga keselamatan di negri akhirat sana yang sampai pada saat ini belum seorang pun membantah kalau negri akhirat itu kekal abadi selama lamanya selain orang-orang ateis yang tak bertuhan tapi telah lama terbantahkan argument mereka itu.
Apakah untuk menjaga keselamatan di negri akhirat kita juga telah safety talk seminggu sekali membahasa segala aturan yang berlaku untuk mencapainya di bab fiqih, apakah fiqih yang kita pahami memang sudah terdaftar atau yang mewakili pendapat empat imam.
Apakah accident wasior, mentawai gunung merapi atau yang lainnya juga sudah kita bahas dan ambil hikmahnya
Apakah setiap ada kondisi tidak aman dengan adanya kemungkaran di depan mata kita telah kita laporkan atau kita cegah.
Apakah semua kejadian near miss telah kita benahi dengan mengajak keluarga dan kerabat kita menuju seruan Allah Swt.
Padahal telah begitu banyak pelajaran bahwa kematian yang selalu kita lari padanya pasti akan menjemput tepat pada waktunya.Tanpa ada yang bisa memajukan atau memundurkan waktunya walaupun hanya sedetik saja.
Semoga kita termasuk orang yang selalu safety Talk Setiap minggunnya sehingga bisa kita amalkan dalam kehidupan sehari-hari kita sehingga termasuklah kita ke dalam golongan orang-orang yang Safe di Akhirat nanti.amin Ya Robbal Alamin.
Minggu, 05 Desember 2010
Minggu, 05 Desember 2010
Momentum Hijrah
Ada momentum kelahiran Nabi, ada momentum awal mula turunnya wahyu pertama kali di atas Jabal Nur dalam gua Hira, ada momentum
Umat Islam oleh Rasulullah tidak diajarkan sama sekali menyambut tahun baru. Nggak sama sekali. Lagian emang penentuan dan penanggalan tahun hijriah sendiri jauh setelah Rasulullah saw. wafat. Dan para sahabat pun tidak pernah merayakannya.
Awal perhitungan tahun yang didasarkan peristiwa Hijrah dimulai pada tahun 17 Hijriyah (H), atau 7 tahun sesudah wafatnya Nabi Muhammad saw. Tepatnya, terjadi waktu zaman pemerintahan Khalifah Umar bin Khathab.
Menurut salah satu riwayat, yang mendorong perhitungan tahun ini adalah adanya surat dari Abu Musa al-Asyari, amir alias gubernur di Basrah kepada Khalifah Umar bin Khattab, bahwa ia menerima surat dari Khalifah yang tidak bertarikh tahun dan hal ini menimbulkan kesulitan.
Pada pembahasan mengenai soal perhi-tungan tahun terse-but, terdapat beberapa alternatif yang muncul. Ada yang menawarkan tahun kelahiran Rasulullah, tarikh kebangkitannya menjadi Rasul, dan ada pula yang manawarkan patokannya berdasarkan tahun wafat Nabi.
Diperoleh keterangan, Dr. Hasan Ibrahim Hasan dalam Zu'amaul Islam (1953) pernah melukiskan, bahwa pada suatu hari Khalifah Umar bin Khathab memanggil dewan permusyawaratan untuk membicarakan perihal sistem penanggalan. Dalam kesempatan itu, Ali bin Ali Thalib mengusulkan agar penanggalan Islam dimulai sejak peristiwa hijrah ke Madinah sebagai momentum saat ditinggalkannya bumi musyrik.
Usulan itu diterima sidang. Khalifah Umar pun menerima keputusan dan mengumumkan berlakunya Tahun Hijriyah. Sebenarnya, Hijrah Nabi sendiri pada Kamis akhir bulan Safar, dan keluar dari tempat persembunyiannya di Gua Thur pada awal bulan Rabiul Awal, yaitu Senin 13 September tahun 622 Masehi. Tetapi Umar serta sahabat-sahabatnya setuju memulai tarikh Hijrah dari bulan Muharram tahun itu karena Muharram merupakan bulan yang mula-mula Nabi berencana berhijrah dan bulan selesainya mengerjakan ibadah haji.
Jadi nggak ada keterangan bahwa Nabi mengajarkan perayaan tahun baru hijriah sekalipun, apalagi menyuruh merayakan tahun baru masehi. Kitanya aja yang latah ama budaya selain Islam. Tul nggak?
Sekadar kamu tahu, perayaan tahun baru ini adalah biasa dilakukan oleh umat agama lain. Misalnya kaum Yahudi, mereka juga punya tahun baru dalam penanggalan mereka. Nah, setiap mereka masuk tahun baru Ros Sahanah, seluruh umat mereka di masa lalu menyam-butnya dengan pawai keliling kota sambil meniup terompet en pesta semalam suntuk!
Terus, orang-orang Cina biasa merayakan tahun baru Imlek. Di masa lalu, mereka berharap kepada dewa mereka keberkahan. Nah, karena dalam mitos Cina biasanya kalo tahun baru mereka, selain kebaikan ada juga kejahatan yang dibawa setan. Itu sebabnya, mere-ka kudu menyalakan petas-an atau minimal nyala api (kini dimodifikasi dengan kembang api) sebagai sim-bol untuk mengusir setan.
Nah, jadi kalo kita merayakan tahun baru, apalagi tahun baru masehi, maka itu jatuhnya maksiat. Hih, ati-ati deh. Jangan sampe kita latah ikutan heboh dengan budaya kaum di luar Islam. Apalagi kalo itu berkaitan erat dengan prosesi keagamaan mereka.
Firman Allah Swt.:
“Dan orang-orang yang tidak memberikan persaksian palsu,” (QS al-Furqan [25]: 72)
Cuma sayangnya, dengan penanggalan tahun masehi (menurut aturan Nashrani) yang digunakan secara internasional, kita jadi merasa lebih dekat banget dengan budayanya. Seolah-olah hal yang biasa. Maka dalam merayakannya pun kita yakin deh, bahwa teman-teman tuh nggak ngerti silsilahnya. Nah, kita ajak deh supaya mau meninggalkan budaya nggak bener ini. Jangan sampe temen-temen tersesat kian jauh dari Islam.
Firman Allah Swt.:
“Dan jika kamu menuruti kebanyakan orang-orang yang di muka bumi ini, niscaya mereka akan menyesatkanmu dari jalan Allah. Mereka tidak lain hanyalah mengikuti persangkaan belaka, dan mereka tidak lain hanyalah berdusta (terhadap Allah).” (QS al-An'aam [6]: 116]
Waktu = alat ukur evaluasi diri
Sobat muda muslim, pergantian siang dan malam, pergantian hari demi hari, bulan demi bulan, bahkan tahun demi tahun, jadikan sebagai alat ukur untuk mengevaluasi kemajuan diri kita. Karena memang kita diajarkan untuk itu.
Firman Allah Swt.: “Demi Waktu. Sesungguhnya manusia itu be-nar-benar berada dalam kerugian. Kecuali orang-orang yang ber-iman dan menger-jakan amal saleh dan nasihat me-nasihati supaya mentaati kebe-naran dan nasi-hat menasihati supaya menetapi kesabaran” ( QS al-Ashr [103] 1-3 )
Rasulullah saw. bersabda: “Sebaik-baiknya manusia adalah orang yang diberi panjang umur dan baik amalannya, dan sejelek-jeleknya manusia adalah orang yang diberi panjang umur dan jelek amalannya.” (HR. Ahmad)
Orang yang pasti beruntung adalah orang yang mencari kebenaran, orang yang menga-malkan kebenaran, orang yang mendakwahkan kebenaran dan orang yang sabar dalam menegakan kebenaran. Mengatur waktu dengan baik agar tidak sia-sia adalah dengan mengetahui dan memetakan, mana yang wajib, sunah, haram, mana yang makruh, en mana yang mubah. Intinya kudu taat hukum syara.
Itu artinya perubahan waktu ini harusnya kita jadikan momentum (saat yang tepat) untuk mengevaluasi diri. Jangan malah hura-hura bergelimang kesenangan di malam tahun baru. Sudahlah merayakannya haram, eh, caranya maksiat pula. Waduuuh, apa itu nggak dobel-dobel dosanya? Naudzubillahi min dzalik!
Sobat muda muslim, ada dua hal yang bikin manusia tuh lupa diri. Rasulullah saw. bersabda: “Ada dua nikmat, dimana manusia banyak tertipu di dalamnya; kesehatan dan kesempatan.” (HR Bukhari)
Nggak baik kalo kita nyesel seumur-umur akibat kita menzalimi diri sendiri. Sebab, kita nggak bakalan diberi kesempatan ulang untuk berbuat baik atau bertobat, bila kita udah meninggalkan dunia ini. Firman Allah Swt.:
“Maka pada hari itu tidak bermanfaat (lagi) bagi orang-orang yang zalim permintaan uzur mereka, dan tidak pula mereka diberi kesem-patan bertaubat lagi.” (QS ar-Rûm [30]: 57)