Setelah diagendakan dan sempat
beberapa kali di undur akhirnya jumat kemarin baru kesampaian untuk halaqoh
sekaligus ta’siyah dirumah akhuna supardi di Gunung Tabur , yang beberapa pekan
lalu sedang Allah uji kesabaran dan keikhlasannya dengan kepulangan anaknya
tercinta ke pangkuan Ilahi.
 |
picture from google |
|
Pertemuan yang sedari awal di
agendakan hanya sekedar untuk ta’syiah terasa berbeda karena hadirnya seorang
ustadz yang baru kita kenal yang datang dari Jakarta dan sekarang sedang
bermukim di berau, Manager di salah satu perusahaan tambang di Berau inipun di
daulat untuk menyampaikan materi kepada ikhwah yang hadir. Seperti biasa acara
di buka dengan tilawah kemudian dilanjutkan dengan materi oleh beliau. Ada
beberapa agenda halaqoh yang dilewatkan mengingat acara baru dimulai sekita
pukul 10 malam.
Dalam penyampaiannya ustadz Budi
syahputra, begitulah beliau memperkenalkan namanya ketika ta’aruh menyampaikan
bahwa dakwah yang kita bangun selama 15 tahun ini berkembang sangat dinamis, masih
jelas dalam ingatan beliau tentang pengalamannya, ketika melihat ibu ibu pada
waktu itu sampai dengan urusan busana yang sangat khas dan sangat dijaga bahkan
terkesan sangat inklusif sekali begitupun dengan ikhwannya tapi sekali lagi
suasana spiritual waktu itu adalah pondasi yang kokoh yang menghujam kebumi
ketika dinamika perkembangan dakwah itu kita ikuti dengan mencanangkan diri
sebagai gerakan politik yang terbuka pada mukernas di Bali beberapa tahun silam
maka kita tidak melihat ada gejolak yang terlalu berarti apalagi sampai terjadi
perpecahan terlebih lagi sampai muncul faksi keadilan dan faksi kesejahteraan
seperti yang sering diberitakan media selama ini. Walaupun ada beberapa kader
yang mempertanyakan hal itu tapi masih dalam batas kewajaran sebagai sebuah
organisasi dan perbedaan pendapat itu lumrah bahkan sangat wajar sekali. Bahkan
hal itu merupakan indikator kedewasaan kita dalam berorganisasi.
Selanjutnya beliau menyampakain
bahwa harus kita pahami, melihat sebuah halaqoh jangan hanya dari sudut pandang
sebagai sarana untuk mentransfer dan menerima ilmu atau majelis ilmu saja. Sebab
kalau itu terjadi maka kita punya titik jenuh yang suatu waktu akan muncul,
inilah yang membuat beberapa kelompok halaqoh yang hari demi hari akan
berkurang kehadirannya, diera sekarang ini kalau kita melihat halaqoh sebagai
majelis ilmu saja, maka tidak perlu ada pertemuan cukup baca buku saja atau searching di internet maka materi
halaqoh yang sebulan bisa habis kita baca dalam waktu sejam lanjut beliau, tapi
lebih dari itu halaqoh selain untuk tempat berbagi dan menerima ilmu tapi juga
sebagai sarana untuk membangun kebersamaan sekali lagi kebersamaan. Tumbuhkan
ikatan hati dan keimanan, antum tidak akan bisa merasakan kebersamaan kalau
tidak pernah melihat wajah saudara antum jabat erat tangannya cium pipi kiri
dan kanan tanyakan kabarnya, makanya agenda halaqoh kita tidak hanya materi
tapi ada juga qodayah, afkar jadidah, majmu rosail dan lain sebagainya ini
adalah sarana membangun kebersamaan.sehingganya kunci dari halaqoh adalah
pertemuan antum sempatkan untuk hadir walaupun hanya sebentar jangan sampai ada
kata tidak sempat selama antum masih bisa makan dan mandi berarti antum masih
punya waktu dan kesempatan untuk halaqoh. Yang ada antum harus punya management waktu yang bagus serta pengelolaan
waktu yang tepat.
Dengan tumbuhnya ikatan hati dan
keimanan maka fungsi halaqoh itu akan muncul salah satunya ketika saudara kita
mengalami masalah atau ujian dia akan merasa halaqoh itu ada gunanya minimal
ada kita yang bisa menghiburnya mencarikan solusi dan jalan keluar atas apa
yang sedang ia hadapi. Pengalaman pribadi ana mengatakan demikian. Ustadz Budi
menceritakan pengalaman pribadinya pernah ia dan istrinya bersamaan masuk ke
rumah sakit dan kebetulan di kota itu beliau tidak punya keluarga sama sekali
tapi Alhamdulillah dari 6 orang teman halaqohnya setiap dua hari ada yang piket
satu orang untuk menjaganya, kenang beliau.
Terlebih lagi di saat musibah
yang seperti sekarang ini hadir, kita seakan diserang dari segala penjuru
dipojokkan di caci maki bahkan sampai difitnah membaca dan menonton media yang
umum seakan kita sedang menghadapi perang urat syaraf maka lagi lagi fungsi halaqoh itu akan muncul.
Kehadiran dan kebersamaan kita ibarat air di tengah gurun saling berbagi
informasi saling menguatkan saling menasehati karena tentu gejolak gejolak
pasti akan hadir dalam hati kita. Begitulah sunnatullah mengajarkan kita,
gerakkan dakwah tidak akan punya tantangan yang berarti kalau hanya di suarakan
di mimbar mimbar di konfrensi konfrensi, kita tidak akan punya masalah kalau
hanya sekedar mengingatkan orang tentang shalat dan puasa di kutbah jumat,kita
akan berjalan mulus kalau hanya berani takbir didalam mesjid saja. Tapi gerakan
kita tidak hanya sebatas sampai disitu saja gerakan yang kita bangun telah
mengancam eksistensi mereka. Politik mereka sedikit demi sedikit mulai
berkurang ekonomi, pendidikan ketahanan pangan mulai kita bangun pemberantasan
korupsi adalah urat nadi perjuangan kita dan telah kita persembahkan bakti kita
15 tahun ini untuk ibu pertiwi dengan menjaga kader gerakan ini dari manisnya
godaan korupsi.
Terakhir beliau menutup halaqoh
dengan berpesan tentang dua hal yang pertama tentang kisah Asyi syahid Hasan Al
Banna ketika ditanya oleh murid beliau kenapa seakan semua orang memusuhi kita
maka jawaban beliau, itu adalah tanda bahwa hanya kepada Allah lah kita harus
bersandar, hanya Allah lah tempat kita mengadu dan meminta dan yang kedua
adalah ketika kita mendapatkan berita atau posisi yang menggembirakan atau
menguntukan kita maka jangan berlarut larut dalam kegembiraan tapi lanjutkan
dengan kerja.
Mengakhiri halaqoh sekaligus
ta’syiah malam ini sebagai menu penutup yang wajib adalah doa Rabitah dan doa
kafaratul majelis.
@abualifah