Berdasarkan UU Lalu Lintas No. 22 tahun 2009, dalam beberapa pasal terdapat ketentuan yang menarik, misalnya:
1. Pasal 7
Ayat (1) Penyelenggaraan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan dalam kegiatan pelayanan langsung kepada masyarakat dilakukan oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah, badan hukum, dan/atau masyarakat.
Ayat (2) Penyelenggaraan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan oleh Pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan tugas pokok dan fungsi instansi masing-masing meliputi:
a. urusan pemerintahan di bidang Jalan, oleh kementerian negara yang bertanggung jawab di bidang Jalan;
b. urusan pemerintahan di bidang sarana dan Prasarana Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, oleh kementerian negara yang bertanggung jawab di bidang sarana dan Prasarana Lalu Lintas dan Angkutan Jalan;
2. Pasal 24
Ayat (1) Penyelenggara Jalan wajib segera dan patut untuk memperbaiki Jalan yang rusak yang dapat mengakibatkan Kecelakaan Lalu Lintas.
Ayat (2) Dalam hal belum dapat dilakukan perbaikan Jalan yang rusak sebagaimana dimaksud pada ayat (1), penyelenggara Jalan wajib memberi tanda atau rambu pada Jalan yang rusak untuk mencegah terjadinya Kecelakaan Lalu Lintas.
Dari pasal 7 dan 24 di atas, dapat kita simpulkan bahwa kerusakan jalan yang banyak kita lihat itu wajib segera diperbaiki oleh penyelenggara jalan, untuk mencegah terjadinya kecelakaan lalu lintas. Paling tidak, apabila belum dapat diperbaiki dalam waktu dekat, mereka wajib menyediakan rambu/tanda pada jalan yang rusak.
Bagaimana sanksinya, bila kewajiban itu tidak dilakukan? Coba kita lihat pasal-pasal lainnya.
3. Pasal 273
(Ayat 1) Setiap penyelenggara Jalan yang tidak dengan segera dan patut memperbaiki Jalan yang rusak yang mengakibatkan Kecelakaan Lalu Lintas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (1) sehingga menimbulkan korban luka ringan dan/atau kerusakan Kendaraan dan/atau barang dipidana dengan penjara paling lama 6 (enam) bulan atau denda paling banyak Rp12.000.000,00 (dua belas juta rupiah).
Ayat (2) Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan luka berat, pelaku dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun atau denda paling banyak Rp24.000.000,00 (dua puluh empat juta rupiah).
Ayat (3) Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan orang lain meninggal dunia, pelaku dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau denda paling banyak Rp120.000.000,00 (seratus dua puluh juta rupiah).
Satu lagi yang menarik!
4. Pasal 316
Ayat (2) Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 273, Pasal 275 ayat (2), Pasal 277, Pasal 310, Pasal 311, dan Pasal 312 adalah kejahatan.
Bandingkan isinya dengan ayat (1) pasal yang sama:
Ayat (1) Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 274, Pasal 275 ayat (1), Pasal 276, Pasal 278, Pasal 279, Pasal 280, Pasal 281, Pasal 282, Pasal 283, Pasal 284, Pasal 285, Pasal 286, Pasal 287, Pasal 288, Pasal 289, Pasal 290, Pasal 291, Pasal 292, Pasal 293, Pasal 294, Pasal 295, Pasal 296, Pasal 297, Pasal 298, Pasal 299, Pasal 300, Pasal 301, Pasal 302, Pasal 303, Pasal 304, Pasal 305, Pasal 306, Pasal 307, Pasal 308, Pasal 309, dan Pasal 313 adalah pelanggaran.
Jadi ketentuan dalam pasal 273 di atas, bukanlah termasuk golongan pelanggaran, namun lebih berat lagi, tergolong kejahatan.
Oleh karena itu korban (kecelakaan lalu lintas) yang dirugikan karena jalan berlubang, berhak untuk menuntut Pemerintah dalam hal ini instansi terkait penyelenggaraan jalan.
Catatan : ada atau tidaknya tuntutan terhadap tindak pidana ini (Pasal 273) tergantung persetujuan/pengaduan dari yang dirugikan/korban. Jadi, apabila tidak ada laporan/pengaduan dari korban, tuntutan pidana terhadap Penyelenggara Jalan tidak akan pernah dilakukan.